Saturday, December 27, 2008
Erti Bersahabat
Kita tidak punya sesiapa kecuali diri sendiri.
Tetapi dalam kita bersendiri,
Kita beruntung kerana mempunyai seorang sahabat yang memahami kita.
Sebagaimana kita mengharapkan keikhlasan dan kejujuran seorang sahabat, begitu juga dia.
Tetapi kita sering terlupa akan hal itu.
Kita cuma mengambil kira tentang harapan dan perasaan kita.
Kita rasa dikhianati bila dia tidak menepati janjinya.
Kita tidak memberi dia peluang untuk menerang keadaannya.
Bagi kita, Itu alasannya untuk menutup kesilapan dan membela diri.
Kita terlupa, kita juga pernah membiarkan dia ternanti-nanti..
Kerana kita juga ada janji yang tidak ditepati.
Kita beri beribu alasan, memaksa dia menerima alasan kita.
Waktu itu, terfikirkah kita tentang perasaannya??
Seperti kita, dia juga tahu rasa kecewa.. tetapi kita sering terlupa.
Untungnya mempunyai seorang kawan yang sentiasa di sisi kita pada waktu kita memerlukan dia.
Dia mendengar luahan perasaan kita, segala rasa kecewa dan ketakutan, harapan dan impian kita luahkan,
Dia memberi jalan sebagai laluan penyelesaian masalah.
Selalunya kita terlalu asyik bercerita tentang diri kita,
Hingga kadang-kadang terlupa kawan kita juga ada cerita yang ingin dikongsi bersama kita.
Pernahkah kita memberi dia peluang untuk menceritakan tentang rasa bimbangnya, rasa takutnya?
Pernahkah kita menenangkan dia sebagaimana dia pernah menyabarkan kita?
Ikhlaskah kita mendengar tentang kejayaan dan berita gembiranya?
Mampukah kita menjadi sumber kekuatannya seperti mana dia meniup semangat setiap kali kita merasa kecewa dan menyerah kalah?
Dapatkah kita yakinkan dia bahawa kita boleh dipercayai, kita boleh dijadikan tempat untuk bersandar bila terasa lemah, agar tidak rebah?
Bolehkah kita menjadi bahu untuk dia sandarkan harapan?
Sesekali jadilah kawan yang mendengar dari yang hanya bercerita.
Ambillah masa untuk memahami hati dan perasaan kawan,
Kerana dia juga seorang manusia; dia juga ada rasa takut, ada rasa bimbang, sedih dan kecewa.
Dia juga ada kelemahan dan Dia juga perlukan kawan sebagai kekuatan.
Jadilah kita kawannya itu. Kita selalu melihat dia ketawa, tetapi mungkin sebenarnya dia tidak setabah yang kita sangka.
Disebalik senyumannya itu, mungkin banyak cerita sedih yang ingin diluahkan,
disebalik kesenangannya, mungkin tersimpan seribu kekalutan,
kita tidak tahu.. tetapi jika kita cuba jadi sahabat seperti dia, mungkin kita akan tahu.
Empat punca hidup manusia tidak tenteram
Pensyarah itu hanya tersenyum dan terus menuju ke dapur untuk mengambil cawan pelbagai bentuk dan warna. Ada yang dibuat daripada tembikar, kaca dan plastik. Ada yang cantik, penuh hiasan, kelihatan mahal dan ada yang biasa saja dan murah. Pensyarah itu menjemput semua bekas anak murid itu minum menggunakan cawan pilihan mereka.
Apa yang kita perlukan sebenarnya adalah air, bukan cawan itu, tetapi kita secara tidak sedar memilih cawan yang cantik saja! Demikianlah kehidupan ini – ibarat air. Kerjaya, wang ringgit dan kedudukan dalam masyarakat semuanya umpama cawan yang beraneka warna itu. Semua itu adalah alat atau pemudah cara untuk meneruskan hidup tetapi kualiti hidup tidak berubah. Jika kita hanya menumpukan perhatian kepada cawan, kita tidak ada masa untuk menghargai, merasakan dan menikmati air itu!
Apa yang pensyarah itu katakan bertepatan dengan apa yang al- Quran bentangkan mengenai jiwa manusia yang selalu berkeluh kesah dan tidak pernah rasa cukup. Pelbagai permasalahan kita berpunca daripada empat perkara:
# Kita hanya memandang dan menginginkan apa yang ada pada tangan orang lain. Kita tidak nampak atau lupakan nikmat di dalam genggaman kita. Walhal, Allah telah berikan kepada kita. Oleh itu kita tidak rasakan ‘keseronokan’ atau terasa nikmat dengan pemberian itu.
# Kita terlalu banyak ‘komplen’ dan komen (mengadu) dan mengeluh serta menyalahkan keadaan sehingga kepada permasalahan sekecil-kecilnya dalam kehidupan dunia ini. Tetapi, kita sering lupa kesusahan dan penderitaan sebenar yang bakal kita hadapi di akhirat kelak.
# Kita terlalu mengejar kemewahan, kemegahan dan glamor kehidupan sehingga melupakan tujuan hidup kita sebenarnya. Inilah sebenar ujian hidup yang kadang kala kita rasakan amat memeritkan untuk dihindari, pada hal kita tahu ganjarannya adalah syurga daripada Allah.
# Kita selalu menganggap kehidupan di dunia ini untuk hidup selama-lamanya. Oleh itu, kita menghabiskan seluruh sumber dalam diri semata-mata untuk membina pengaruh, mengumpul harta dan kemasyhuran diri seolah-olah ‘kematian’ itu untuk orang lain, bukan untuk kita. Kita lupa semua kejadian akan mati dan walhal akhirat adalah kehidupan abadi.
Oleh itu, dari sekarang kita hentikan perangai suka komplen, komen dan berkeluh kesah. Kita hargailah kehidupan ini. Kita jalani kehidupan sebagai khalifah Allah, melakukan yang makruf, melarang perkara yang mungkar. Kita syukuri nikmat yang ada dan panjangkan nikmat ini kepada orang lain dengan memberikan khidmat menolong dan memudahkan kehidupan orang lain.
Pernah suatu ketika Saidina Ali ditanya oleh seorang lelaki: "Jika diberikan pilihan, mana satukah yang kamu pilih?, kehidupan di dunia atau mati? Jawapan baginda memeranjatkan lelaki itu: “Saya akan pilih kehidupan di dunia, melalui perjuangan dalam kehidupan ini, saya mendapat bekalan untuk mencapai keredaan Allah di akhirat kelak.”
Moga seluruh perjalanan hidup kita diredhai dan dirahmati oleh Allah. Apa guna hidup seorang hamba tanpa keredhaan penciptaNYA.
Sunday, November 23, 2008
Michael Jackson buktikan agama Islam benar
Financially-challenged pop superstar Michael Jackson has converted to Islam, according to reports.
The Sun claims Jackson, 50, donned traditional Islamic garb while pledging allegiance to the Koran in a private ceremony in Los Angeles.
The singer was raised a Jehovah’s Witness and biographers claim the contradiction between the sect’s strict teachings and the sexual activities of Jackson’s father and brothers while on tour contributed to his eccentric character and alleged paedophilic leanings.
It was reported music industry figures and Muslim converts David Wharnsby and Phillip Bubal guided Jackson through his conversion, for which he chose the Islamic name Mikaeel.
1970s pop star Cat Stevens — now known as Yousef Islam — joined the celebrations after the ceremony.
The Sun also claims Jackson now prays in a chapel in the home Hollywood Hills home of Toto keyboard player Steve Porcaro, who composed music on the singer’s top-selling Thriller album.
The reported conversion comes ahead of Jackson’s court appearance next week in an $11 million lawsuit brought by Prince Abdulla Al-Khalif of Bahrain.
The sheik claims he backed the singer in anticipation of a recording contract that was never fulfilled.
Jackson was recently forced to sell his extensive California estate Neverland to pay some of his debts.
Thursday, November 20, 2008
Menghias Hati Dengan Menangis
“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Bukhari dan Muslim)
Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.
Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”
Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi. Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.
Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung
Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain. Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan.
Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt. Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”
Menyadari bahwa syurga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit
Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam syurga. Fikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk syurga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.
Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahawa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk syurga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.
Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih syurga.
Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Al-baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih
Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: syurga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.
“Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Friday, November 14, 2008
Aku Cintakan Mereka Berdua.
Pemangku Ketua BADAR
Islam adalah agama yang cukup sempurna dan tersusun. Dari pelbagai aspek yang ditekankan di dalam Islam, semuanya berkisarkan kepada melaksanakan kebaikan dan meninggalkan perkara yang mungkar. Berbakti kepada ibu bapa adalah salah satu perkara daripada juzuk-juzuk yang Islam ajarkan dan arahkan kepada setiap penganutnya dan sekalian manusia untuk dilaksanakan. Menghormati kedua ibu bapa menjadi tangungjawab serta kewajipan yang sangat perlu dilakukan oleh seorang anak sepanjang menjalani kehidupan di dunia ini.Islam mendidik umatnya agar menghormati atau berbuat baik kepada kedua ibu bapa. Firman Allah :
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya Engkau tidak menyembah melainkan kepadanya semata-mata, dan hendaklah Engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua Dalam jagaan dan peliharaanMu, maka janganlah Engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan "Ha", dan janganlah Engkau menengking menyergah mereka, tetapi Katakanlah kepada mereka perkataan Yang mulia (yang bersopan santun).dan hendaklah Engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (untuk mereka, Dengan berkata): "Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.”
Surah al-israa’ : 23-24
Segala jasa dan pengorbanan daripada mereka memang tidak terperi banyaknya. Pengorbanan yang mereka laksanakan ini memang jauh dari pemikiran matang kita untuk kita membalas setiap peluh dan keringat yang mereka keluarkan untuk membesarkan kita. Bayangkan bagaimana susahnya ibu kita melahirkan kita. Bayangkan juga bagaimana penatnya ayah kita sanggup membanting tulang semata-mata hanya untuk memberi sesuap nasi kepada kita. Memang tidak dapat kita nilai dan balasnya bukan?.
Diriwayatkan daripada Abdullah Bin Mas’ud r.a katanya: “Aku pernah bertanya Rasulullah s.a.w. : Apakah amalan paling utama? Baginda bersabda : Sembahyang pada waktunya.Aku bertanya lagi : Kemudian apa lagi? Baginda bersabda: Berbaktilah kepada kedua ibu bapa. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Baginda bersabda : Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak bertanya lagi kepada Rasulullah, semata-mata mahu menemani dan menjaga perasaan Baginda.” (Riwayat Muslim)
Sebenarnya sebagai anak menjadi satu tuntutan untuk kita melaksanakan tuntutan yang Islam tetapkan kepada kedua ibu bapa kita. Tidak kiralah siapapun mereka, apapun perangai mereka, selagi kedua ibu bapa kita tidak mengajak kepada mensyirikkan Allah, menjadi tangungjawab kita untuk menghormati dan melaksanakan tuntutan Islam terhadap mereka. Perintah Allah dan Rasul-NYA untuk mentaati kedua ibu bapa adalah satu yang berbentuk subjektif dan sangat umum.Islam melarang umatnya untuk memusuhi malah menengking ibu bapanya walaupun berlainan agama.Tetapi definasi mentaati perintah ibu bapa dalam konteks anak yang beragama Islam dan ibu bapa yang berlainan agama adalah bersyarat.Syarat yang dimaksudkan seperti yang dinyatakan diawal tadi iaitu sentiasa mentaati ibu bapa selagi mereka tidak mengajak atau menyuruh secara pujukan atau paksaan agar mensyirikkan Allah.
Mengingkari dan mencerca mereka adalah dosa besar selepas syirik.Ini dapat dibuktikan dengan hadis dari Rasulullah s.a.w. :
Baginda pernah menceritakan tentang dosa besar dan bersabda yang bermaksud : “Menyekutukan Allah, menderhakai ibu bapa, membunuh dan berkata dengan kata yang palsu .” (Riwayat Muslim)
Jelas sekali telah dinyatakan oleh baginda Rasul s.a.w tentang dosa besar terhadap mereka yang menderhakai ibu bapa. Didalam Islam, walaupun kita mengungkapkan perkataan ‘aah’ atau ‘uuh’ sekali pun sudah dikira menderhakai ibu bapa.Banyak kisah atau cerita yang dibukukan atau dibawa dari generasi ke generasi berkaitan penderhakaan kepada ibu bapa.Kisah Alqamah boleh diambil pengajaran.Kisah Alqamah memberi banyak pengajaran kepada umat manusia.Tidak kira sama ada kita sebagai anak adalah ulama atau perdana menteri sekali pun tetapi andai kata hati ibu terutamanya dan hati bapa kita terguris disebabkan perbuatan kita yang kurang menyenangkan akan menyebabkan Allah melaknati kita.
Bagi mereka yang sudah kematian ibu bapa.Menghormati dan berbuat baik kepada mereka walaupun mereka sudah meninggal dunia sangat dituntut dan tidak terhenti selepas mereka meninggal dunia. Tetapi anak-anak dituntut untuk terus mendoakan kesejahteraan ibu bapa mereka di alam barzakh.Selain itu menjadi tangungjawab anak untuk menyelesaikan sebarang hutang yang ditangung oleh mereka semasa hidup.Ingatlah, wang yang kita habiskan untuk membayar hutang mereka tidak akan menyamai usaha mereka membesar dan mendidik kita menjadi insan berguna.
Kesimpulanya, penulis ingin mengajak pembaca untuk bermuhasabah diri bagaimana hubungan kita dengan kedua ibu bapa kita. Adakah kita selama ini tergolong daripada golongan anak derhaka?. Hanya diri kita yang dapat menilai dimana kita ditempatkan. Samada di golongan anak-anak orang yang soleh atau anak yang derhaka.Oleh itu ingin penulis menimbulkan sesuatu persoalan, kepada siapakah seharusnya kita cintai selepas kita mencintai Allah dan Rasul-NYA?. Adakah kepada kekasih kita atau kepada dunia kita. Marilah kita mendoakan kesejahteraan meraka : "Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.”
Tuesday, November 4, 2008
Air Mata Keinsafan
Kenapakah begitu susah untuk aku mengubah diri ini agar menjadi insan berguna pada mata Ilahi?
Kenapa begiru sukar diri ini untuk menerima segala kebenaran yang diajarkan padaku?
Begitu hitamkah hati ku ini?
Begitu menggunungkah dosa diri ini?
Layakkah aku untuk meminta ampunanMu ya Allah?
Masih adakah ruang untuk hidayahMu bertapak dalam ruangan hati hitam ini ya Allah?
Kenapa begitu susah diri ini untuk mengalirkan air mata apabila disebut nama yang Maha Esa…?
Kenapa begitu berat air mata ini untuk mengalir mendengar nama Rasulullah s.a.w?
kenapa begitu jauh diri ini jika dibanding dengan para pejuang Islam yg lain?
Aku jua muslim yang sama-sama ingin melihat kebangkitan Islam….
Aku jua muslim yang bersama-sama melawan arus jahiliyah..
Tapi diri ini tetap ku rasakan masih sungguh jauh untuk menghampiri gerbang syurga-Mu ya Allah……
Tapi aku tidak sanggup dengan siksaan api neraka-Mu...
Ya Allah……
Hinanya diri ku ini ya Allah…
Kotornya diri ku ini ya Allah…
Jijiknya diri ku ini ya Allah…
Berilah hidayah padaku ya Allah…
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat…
Pimpinlah aku dalam setiap detik perbuatanku…
Aku tidak sanggup jika Kau berpaling dari memandang diri ini…
Tidak sanggup ya Allah….
Segala-galanya aku berserah pada Mu…
Aku tidak apat membayangkan diriku tanpa pimpinan-Mu ya Allah…
Aku tidak sanggup menjadi sehina-hina manusia pada pandangan-Mu…
Astaghfirullahalazim…
Ampunilah aku dalam setiap kejahilan dan kelekaanku….
Hanya pada Engkau aku bergantung dan mengharap segala-galanya….
Air mata membasahi pipi….
Adakah ini air mata keinsafan???
Ini adalah air mata kehinaan yang melanda diri ini…
Diri ini sedih dengan apa yg telah hambaMu ini lakukan….
Aku ingin meminta sesuatu dari Mu..
Tapi aku sungguh malu padaMu ya Allah..
Aku teringat perjuangan Hassan Al-Banna..
Aku sangat mengagumi perjuangan beliau…
Aku mengagumi perjuangan Syed Qutub…
Tapi ya Allah…aku malu ya Allah untuk menyatakannya…
Masih layakkah diri ini menyebut nama Hassan Al-Banna? Nama syed Qutub?
Masih tersisakah pejuang sepertinya untuk diri ini….
Malunya aku ya Allah dengan permintaan ini...
Aku tidak layak memikirkan tentangnya..
Wanita seperti manakah yang Kau pilihkan untuk mereka…?
Wanita yang bagaimanakah yang telah Kau pilih untuk melahirkan mereka?
Semestinya seperti Zainab Al-Ghazali dan mereka yang seangkatan dengan beliau…
Aku ingin sekiranya boleh mendampingi orang-orang sekaliber mereka.
Seorang yang hidupnya semata-mata untuk Allah.
Mereka tak tergoda rayuan harta dan benda apalagi wanita.
Aku ingin sekiranya boleh menjadi seorang ibu bagi mujahid-mujahid seperti Hassan Al-Banna.
Masih tersisakah mujahid seperti Al-Banna untukku ya Allah…?
Layakkah diri ini untuk menjadi peniup semangatnya?
Aku sungguh malu menyatakannya ya Allah…
Sungguh hina diri ini…sungguh kotor diri ini…
Sungguh lemah diri ini untuk mujahid seperti mereka…
Air mata ini jika dialirkan hingga titisan terakhir,
namun ia masih tidak mencukupi untuk menyatakan rasa bersalah dengan dosa-dosa diri ini yang menggunung tinggi...
Ya Allah…..
Pimpinlah daku…
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat cuma
Aku tidak sanggup dibiarkan dlm lumpur dosa2 hina….
Ampunilah aku ya Allah….
Astaghfirullahalazim…
Astaghfirullahalazim…
Astaghfirullahalazim…
Sunday, October 12, 2008
Krisis Dunia vs Krisis Dosa
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah sekalian. Kedatangan bulan Ramadhan walaupun menjadi suatu kebiasaan kepada kebanyakan orang, tetapi sebenarnya ianya menjadi suatu mercu tanda kepada orang-orang yang ingin mencapai kepada matlamat penghidupan yang sebenarnya iaitu seperti yang disebutkan oleh Allah swt khususnya dalam kontek kita berpuasa disebutkan sebagai "La 'al lakum tat takuun" maksudnya dengannya kamu akan memperolehi darjat ketaqwaan kepada Allah swt.
Menjadi suatu yang agak lumrah kepada insan, biasa disebut, di hafal dan diingati kalimah ini "La 'al lakum tat takuun", tetapi pernahkah, sampaikah kita ke tahap "tat takuun" itu bila sampai Ramadan dan berakhir Ramadan?
Sampaikah kita kepada apa yang nabi sebut kepada isteri-isterinya dan kepada sahabat-sahabatnya iaitu " Faya 'ajaban liman adraka ramada na fala yukh farulah", iaitu maksudnya "Alangkah hairannya (ajaibnya) bagi orang yang telah sampai umurnya kepada menjelang Ramadan, apabila habis Ramadan hairan kalau dia tidak mengambil kesempatan untuk Allah mengampunkan semua dosa-dosanya". Tidak ada insan yang tidak berdosa melainkan nabi yang maksom.
Lailatul Qadar dan Doanya
Kita lihat dizaman ini banyak perkara yang terpaksa kita telan dan kita tempuh. Akibatnya kita terpaksa menerima kemurkaan-kemurkaan Allah swt. kepada hamba-hambanya. Kita lihat dari bala bencana, musibah demi musibah, kita lihat dari berbagai-bagai kejadian yang tidak menyenangkan menunjukkan bahawa adanya kemurkaan Allah. Allah tidak akan murka melainkan kerana besarnya dosa manusia. Kerana itu datang Ramadhan, memanglah boleh menghairankan orang yang sempat hidup sampai Ramadhan, apabila habis Ramadan dosa dia tidak terampun.
Sebab itu Siti Aisyah radiaAllahhu anha ingin sangat untuk bertemua peluang dengan malam Qadar (Lailatul Qadar), dia bertanya kepada nabi "Bilakah berlaku malam Qadar?". Nabi bertanya kepada Aisyah semula "Apakah kamu nak buat bila kamu bertemu dengan malam Qadar?". Aisyah menjawab "Saya tak tahu" kemudian Aisyah bertanya lagi "Apakah yang patut saya buat bila bertemu dengan malam Qadar itu?". Nabi berkata kepada Aisyah "Malam itu malam yang amat baik untuk beramal dimalamnya dan amat mudah dimakbul Allah doanya". Aisyah bertanya lagi "Apakah doa yang paling baik untuk aku berdoa pada malam itu?" Nabi jawab "Kalau kamu sempat berjumpa dan mengetahui malam itu ialah malam Qadar berdoalah "Allah humma innaka 'afuu 'un karimun tuhib bul 'af wa fa' fu 'anni" (maknanya Ya Allah, Kamulah Tuhan yang sangat suka mengampun, ampunkanlah dosa-dosa saya).
Sebenarnya Nabi dah tahu yang Aisyah itu akan masuk syurga ertinya dosanya telah diampunkan oleh Allah tetapi kenapa Nabi masih menyuruh Aisyah untuk memohon kepada Allah agar diampunkan dosa? Sedangkan Aisyah memang layak untuk tidak dimasukkan ke dalam neraka, hanya layak ke syurga. Soal dosa dan pahala dia dah tak kisah sangat tapi nabi masih menyuruhnya berdoa supaya Allah ampunkan dosa.
Kisah Uwais Al-Qarni
Saya nak kaitkan dengan satu kisah iaitu bila Allah bagitahu kepada nabi Muhammad s.a.w. iaitu ada insan yang akan lahir dikalangan *Tabiin. Nabi berpesan kepada Umar dan Ali, "Akan lahir dikalangan Tabiin seorang insan yang doa dia sangat makbul nama dia Uwais al-Qarni dan dia akan lahir dizaman kamu". Kita telah mengenali siapa dia Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali iaitu orang-orang yang telah disenaraikan sebagai "al-Mubasyirun bil Jannah" iaitu mereka dah dijamin masuk syurga.
Nabi seterusnya berkata kepada Umar dan Ali, "Dizaman kamu nanti akan lahir seorang insan yang doa dia sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dbesarkan di Yaman. Dia akan muncul dizaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia mintak tolong dia berdoa untuk kamu berdua."
Sama juga macam kisah Siti Aisyah tadi, Umar dan Ali bertanya kepada nabi soalan yang sama iaitu "Apakah yang patut saya mintak daripada Uwais al-Qarni, Ya Rasulullah?" Nabi menjawab "Kamu mintak kepadanya supaya dia berdoa kepada Allah agar Allah ampunkan dosa-dosa kalian". Banyak peristiwa sahabat yang berjumpa dengan nabi, minta sesuatu yang baik kepada mereka, nabi menjawab "Pohonlah al-Maghfirah daripada Allah swt."
Jadi, topik al-Maghfirah (keampunan) ini menjadi topik yang begitu dicari yang begitu relevan, hatta kepada orang yang telah disenaraikan sebagai ahli syurga. Kalau logiknya ahli syurga macam dah tak perlu kepada ampun dosa kerana mereka dah dijamin masuk syurga, tetapi tidak, nabi masih tekankan supaya mintak Allah ampunkan dosa.
Memang benarlah firasat seorang nabi, Uwais al-Qarni telah muncul di zaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Memang mereka tunggu dan cari kabilah-kabilah yang datang dari Yaman ke Madinah, akhirnya bertemu mereka dengan Uwais al-Qarni. Dengan pandangan mata luar, tidak mungkin dia orang yang nabi maksudkan. Kerana orang itu pada pandangan insan-insan biasa atau orang-orang yang datang bersama dengannya bersama kabilah menganggapkan dia seorang yang akal tidak sempurna (wire short), sesuatu yang macam tidak betul pada pandangan orang. Tetapi dia ada sesuatu.
Sayidina Umar dan Sayidina Ali dapat berjumpa dengan Uwais ini minta satu sahaja iaitu minta supaya doakan supaya Allah swt. mengampun semua dosa-dosa mereka. Ketika Uwais al-Qarni berjumpa Umar dan Ali, dia berkata "Aku datang ini dari Yaman ke Madinah kerana aku nak tunaikan wasiat nabi kepada kamu iaitu supaya kamu berdua berjumpa dengan aku. Aku datang ini nak tunaikan wasiat itulah". Maka Uwais pun telah mendoakan untuk mereka berdua.
Memang hairan
Seperti yang saya sebutkam dipermulaan tadi "Faya 'ajaban liman adraka ramada na fala yukh farulah", Memang hairan orang yang dapat hidup sampai Ramadan ini, tetapi dosa dia tidak diampun.
Kalau malam ini malam Qadar, fokus kita selalunya memanglah nak minta hal-hal keduniaan. Kalau kita dapat rasakan dalam perasaan dalaman seorang insan kecil hamba Allah ini apa yang hendak kita mintak di malam Qadar? Saya rasa orang tidak begitu berminat untuk minta supaya diampunkan segala dosa, mereka akan minta yang lain pula, minta saham naik, perniagaan laris, dapat kahwin lagi dua, kaya, mesti pilihan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, sedangkan "Wallah yuridul akhirah". Allah dan RasulNya lebih mengutamakan penghidupan akhirat itulah yang paling mustahak sekali.
Selama ini pun kita tidak tahu bahawasanya terampunkah dosa-dosa yang telah kita buat? Walaupun kita rasa macam dosa itu Allah telah ampunkan. Ada peluang yang macam ini iaitu malam Qadar atau berpeluang berjumpa dengan orang-orang yang konfirm macam tadi iaitu doa-doa mereka makbul seperti orang-orang yang soleh dan seumpamanya doa yang paling utama dan besar diminta ialah minta supaya Allah mengampunkan semua dosa-dosa kita.
Bukan kata orang lain sebagai contoh besar, hatta nabi yang dikatakan "Ghoforollah hu mat taqadaman", Allah ta'ala ampunkan dosa dia yang telah lalu (jika ada) dan juga ampun untuk yang akan datang. Tetapi kenapa nabi masih berdoa kepada Allah tiap-tiap hari tidak kurang dari seratus kali iaitu "Astagh firruka humma waatubu ilaih". Sehari seratus kali , sembahyang baginda, berdoa panjang-panjang sampai dikataka juga (hadith Aisyah) sampai bengkak kaki nabi. Sampai Siti Aisyah berkata kepada nabi, "Ya Rasulullah, kenapalah sampai kamu teruk-teruk beribadah hingga bengkak kaki, sembahyang lama-lama, menangis lama-lama, tidakkah Allah telah ampunkan dosa kamu dahulu dan kemudian?". Nabi menjawab "Kalau demikian adanya mengapa aku tidak menjadi hamba yang bersyukur".
Syukur maknanya melakukan ibadah kepada Allah swt. Inilah yang saya katakan tadi, datanglah sistem yang Islam kemukakan kepada ummah, seluruh aktiviti-aktiiti ibadah, penumpuan kepada persiapan-persiapan yang dikatakan "Wa tazau wadu" kesemuanya ditujukan ke arah pembersihan diri, hati, akal dan budi daripada yang dipanggil "al-khush" (yang tidak baik).
Pembersihan hati, pembersihan diri
Al-Quran memberikan satu analogi iaitu Bumi kalau sudah cantik dan subur dia mudah menumbuhkan pokok-pokok yang bermanfaat dan bagi bumi yang kotor (bagi maksud tidak sesuai ditanam tumbuhan) seperti tempat berbatu dan berpasir, tanam apapun tak tumbuh, kalau tumbuh pun dia tak jadi seperti tempat yang lain.
Maksudnya sama seperti insan, kalau yang disimpan dalam diri kita ini kotor (benda yang jijik) maka tidak akan keluar melainkan yang kotor juga. Kalau dalam diri kita baik, dia akan menumbuhkan yang baik, amal dia baik, kata-kata dia baik, akhlak dia baik, muammalah dia baik dan dia dikatakan orang yang baik. Allah itu baik, Dia tidak terima amalan melainkan amalan yang baik juga.
Sebab itu dari awal Islam datang dah ada sistem seperti contoh ayat-ayat al-Quran yang awal turun surah Al-Mudatsir, firman Allah yang bermaksud "Wahai orang-orang yang sedang tidur, bangunlah kamu beri peringatan kepada manusia (maknanya bergerak dalam satu wadah perjuangan, mengerakkan jiwa diri sendiri dan jiwa insan) dan kepada Tuhanmulah kamu wajib membesarkanNya, jangan mengagungkan yang lain, agungkan Allah swt. sahaja.
Caranya diberikan beberapa analogi seperti apa yang kamu pakai iaitu pakaian biasa, rumah tempat tinggal, kereta yang dinaiki dan apa sahajalah mestilah yang bersih, kamu kena sucikan dia. Sebab ini sangat kena dengan ayat yang nabi hayati. Diantara pakaian yang nabi suka pakai ialah pakaian putih yang melambangkan suci dan bersih. Walaupun kadangkala nabi pakai warna merah dan hitam didalam peperangan tetapi yang paling nabi sukai ialah warna putih. Sebab itu kita lihat, pakaian haji putih, kain kafan putih (tak pernah nampak lagi kain kafan warna hijau, kain kafan biru lagi tak pernah nampak).
Ditempat saya masjid-masjid gunakan kain putih sebagai alas tempat sujud. Serban umumnya putih. Serban nabi putih kadangkala ada yang hijau. Apabila diluar memakai pakaian putih bersih maka didalam diri perlu buang segala kekotoran. Islam mengajar agar diluar bersih sehingga kedalam diri juga bersih. Kalaulah inilah yang nabi buat dari pada mula memanglah bulan Ramadan ini yang utama ialah untuk membersihkan diri.
Krisis dunia vs krisis dosa
Semua krisis-krisis dunia, semua masalah yang insan hadapi didunia, yang kita hadapi hari ini dalam semua masalah, pergaduhan, hutang yang banyak, akan berakhir bila orang itu mati. Kita berjanji dengan orang, bertelagah, bergaduh, semua krisis-krisis dunia ini kepada seorang insan dia habis bila dia mati.
Tetapi krisis dosa dengan Allah ta'ala khasnya krisis keimanan, krisis kerana kita menyimpan dosa yang melibatkan iman dan sebagainya, didunia dia tidak menampakkan masalah tetapi sebenarnya ia akan bermula apabila telah hampir nak mati, masuk kubur lagi masalah, alam barzakh lagi masalah, sampai kepada alam mahsyar lagi bermasalah puncanya balik kepada dosa tadi.
Sebab itu nabi telah bagi satu garis panduan yang cukup senang kita faham. Kita tidak disuruh minta dimalam Qadar supaya turun emas dari langit, minta agar dikasihani oleh semua orang, minta agar dijadikan ketua selama-lamanya, untung berniaga, bukan itu yang patut diminta. Sebaliknya nabi bagi contoh kalau ini dapat kamu capai walaupun dunia kamu susah sekejap tetapi kamu akan berakhir krisis dunia ini bila kamu mati.
Jika kamu ada dosa ini mati bermula suatu penghidupan yang perit, malah dari sejak nak mati sekalipun sudah bermula, sampai kepada peringkat orang-orang yang "Zalimi an fusu hum" orang-orang yang menzalimi diri mereka dalam kehidupan ini kerana membiarkan dosa, banyak melakukan dosa, tidak cuba untuk membuang dosa, bila nak mati akan datang malaikat kepada mereka dengan pemukul untuk pukul muka, belakang hingga ke punggung mereka.
Ia bermula daripada nyawa nak keluar, tergantung-gantung diantara langit dan bumi, diantara barzakh dengan tidak barzakh, masuk kubur terseksa. Sebab itulah nabi nak lepaskan kita daripada seksaan ini semua, nak pastikan kepada isteri dia Siti Aisyah pun berpesan "Kalau kamu dapat malam Qadar jangan minta yang lain selain daripada minta supaya diampunkan Allah segala dosa".
Begitu juga nabi berpesan kepada sahabat-sahabat yang lain supaya bermohon supaya Allah ampunkan segala dosa.
Penutup
Memang telah menjadi tradisi kita di Darussyifa', kita bertemu sekali dalam bulan Ramadan bersama-sama berbuka puasa, bersolat tarawih dan saya berpeluang untuk berucap mengajak diri saya dan mengajak semua orang. Kita akan manfaatkan Ramadan ini dengan fokus kita supaya tidak ada lagi dosa, kalau ada dosa diampunkan. Caranya kita jangan tambah dosa, yang ada selesaikan. Minta ampun yang berbaki daripadanya. Dan AlhamdulilLah jika kita diambil oleh Allah dibulan Ramadan lebih-lebih lagi jika kita mati di Mekah di bulan Ramadan.
Macam baru-baru ini orang Malaysia yang mati kemalangan jalanraya di Mekah, kita cemburu kerana Allah pilih dia dan tidak pilih kita. Pilih mereka yang dalam musafir, dalam keadaan buat Umrah, dalam bulan Ramadan pula, mati syahid dunia kerana mereka luka parah, kemudian disembahyangkan pula di Masjidil Haram yamg setiap malam sembahyang itu jutaan manusia yang mendoakan mereka masuk syurga. Jadi itu satu keberuntungan kerana Allah pilih mereka. Kita pula menunggu giliran entah dimana..
Maka persediaan kepada kita, pada saya, pada saudara sekalian, kita ambil peluang Ramadan ini untuk Allah ampunkan dosa kita semua. Supaya kita termasuk dikalangan hamba yang akan beruntung khasnya selepas kita kembali kepada Allah swt. Selamat berpuasa, selamat berhari raya, maaf zahir batin, terima kasih kepada yang menganjurkan majlis malam ini Darussyifa' dan kita mengharapkan kepada Allah swt. agar sentiasa menghimpunkan kita sebagai orang-orang yang sentiasa berkasih sayang dan saling bermaaf-maafan menuju kepada kerahmatan dan keberkatan Allah swt.
Wednesday, September 17, 2008
Saintis rakam planet baru
Sekumpulan saintis percaya mereka berjaya merakam gambar pertama sebuah planet yang mengelilingi bintang mirip matahari, lapor sebuah akhbar semalam.
Planet itu sangat jauh dan mempunyai jisim lapan kali ganda lebih berat daripada Planet Musytari dan berada sangat jauh daripada bintangnya iaitu 330 kali jarak Bumi ke matahari.
Sebelum ini, hanya sejumlah planet yang berada di luar sistem suria dirakam bersama bintang kecil dan ia dikenali sebagai si kerdil kelabu.
Imej-imej yang dikenali sebagai bintang muda tersebut dirakam oleh para pengkaji astronomi di Universiti Toronto dengan menggunakan teleskop Gemini North di Mauna Kea, Hawaii.
Laporan berita National Geographic menyatakan mereka tidak pasti sama ada bintang itu merupakan sebuah planet atau ia adalah sebuah objek yang menyerupai planet.
Dalam satu kertas kerja yang diserahkan kepada Astrophysical Journal Letters, saintis-saintis tersebut, David Lafreniere, Ray Jayawardhana dan Marten H. Van Kerkwijk berkata:
"Jika ia bersatu secara graviti, itu bermakna ia mungkin imej berjisim rendah dan kewujudannya dengan perbezaan yang besar boleh memberi cabaran yang besar terhadap teori kewujudan planet," kata saintis berkenaan.
Saturday, September 13, 2008
Mahu Menjadi Bintang
Dan dia melompat lagi. Sekejap ke kiri sekejap ke kanan. Terkinja-kinja ke depan terkinja-kinja ke belakang. Tangannya dihayun-hayun tidak tentu arah. Habis satu rangkap, dia berlari ke tengah pentas pula. Aksi lain pula mahu ditonjolkan.
Entah dia faham atau tidak lirik lagu bahasa Inggeris yang dinyanyikannya itu. Kejap menjerit kejap ... ops ... pitching lari. Sedikit sumbang suaranya ketika menjerit satu baris lagu tersebut. Tidak sampai agaknya.
Suaranya hampir hilang malam itu. Baru dia sedar rupanya sakit juga tekak menjerit-jerit walaupun sudah memakai mikrofon. Hurm. Sudah ada mikrofon pun mahu dijeritkan lagi suara. Dia sendiri tidak pasti mengapa. Tiada siapa yang mengajarnya kenapa mikrofon dicipta dan bagaimana menggunakannya dengan betul.
Tamat saja program pada malam tersebut, terus saja ibunya diwawancarai oleh seorang pemberita.
"Saya tahu anak saya memang ada bakat dalam bidang nyanyian. Dan insyaAllah anak saya ini akan berjaya menjadi artis yang popular satu hari nanti."
ii
Berkali-kali ia membetulkan posisi kopiahnya. Namun, sayangnya, berkali-kali pula dia gagal memertahankan posisi kopiahnya. Maklum saja, kopiahnya terlalu besar untuk kepala si bocah berusia lapan tahun itu.
Tapi, kopiah bukan halangan baginya untuk menyihir penonton dengan materi dakwahnya. Benar saja. Si bocah tersebut bak bintang terang. Ia berhasil menarik para penonton untuk memberi sokongan kepadanya lewat SMS.
Sebelum ini ramai meragui kebolehannya.
"Betulkah si budak ini boleh berpidato di depan khalayak ramai? Takut nanti tergagap saja."
Kali ini di hadapan beribu penonton, dia petah berkata-kata menyampaikan sesuatu yang datang memang betul-betul daripada dirinya. Bukan sekadar teks yang dihafal. Sesekali dalam ucapannya, dia menceletuk dengan unsur-unsur humor. Hadirin berasa terhibur, ada juga yang rasa disindir tetapi turut senyum juga melihat kepetahannya berkata-kata.
Apabila dirinya ditanya oleh wartawan dengan riang hati dia menjawab, "Duit hasil kemenangan saya ini akan saya tabung buat biaya persekolahan saya.
Program realiti tv
Sebenarnya saya baru sahaja mengenali rancangan program realiti tv di Indonesia yang diberi nama PILDACIL ini. PILDACIL yang bermaksud Pemilihan Da'I Cilik merupakan salah satu program realiti tv terbitan LATIVI.
Konsep yang dibawa lebih kurang sama seperti Akademi Fantasia. Kanak-kanak yang ingin menjadi finalis PILDACIL perlu menduduki sesi temuduga. Mereka bukan sahaja perlu menghafal Al-Quran malah meraka juga perlu memahaminya dan perlu mempunyai pendidikan agama Islam yang baik.
Hal ini saya lihat sangat berbeza dengan keadaan di Malaysia. Memang ada program realiti tv untuk si kecil tetapi kebanyakkannya berbentuk nyanyian semata. Mahu mencipta bintang kata mereka. Tetapi bintang yang bagaimana?
Kalau satu ketika dahulu semasa saya kecil, seingat saya banyak juga program tv yang bagus untuk kanak-kanak seperti Cerdas Cergas, ALONG(Ini yang paling saya suka), dan lain-lain lagi. Tetapi entah mengapa rancangan di televisyen kini banyaknya dihambat oleh program-program hiburan. Bukannya saya membantah 100% program berbentuk hiburan seperti nyanyian.
Kalau ia sesuatu yang baik apa salahnya. Kalau ia dapat membawa perubahan supaya si cilik berfikir dengan lebih kritis dan mendalam, apa salahnya. Tetapi anda sendiri boleh lihat bagaimana program-program yang baik tidak diteruskan. Sebaliknya diganti dengan program yang lebih menjurus kepada hiburan semata.
Perlu ada nilai tambah
Bukannya tidak boleh berhibur, menyanyi, menjerit dan melolong. Tetapi perlulah ada satu nilai tambah(value add) dalam program tersebut. Sekaligus menarik mereka untuk sama-sama menghayati keindahan Islam dan sejagat melalui kefahaman dan pengamalan yang benar. Mahu menjadi bintang, biarlah menjadi bintang yang terang sinarnya.
Contohnya nilai tambah tersebut, kalau mahu menyanyi itu perlu mengarang lirik atau lagu sendiri. Dan dalam mengarang lirik itu perlulah diajar lirik yang bagaimana yang bagus, yang ada mesej baik untuk disampaikan.
Harapnya tidaklah ada lagi lirik-lirik lagu yang pelik dihasilkan macam ‘tak tahu', ‘mari berjoget', ‘bunga-bunga api' dan macam-macam lagi. Rasanya bila buka radio, saya berfikir-fikir adakah penulis lirik negara ini sudah ketandusan idea lain untuk menulis lirik.
Boleh juga diletakkan nilai tambah yang lain yang lebih bagus. Cuma poinnya perlulah ada sesuatu nilai supaya si cilik itu menjadi lebih kreatif. Bukan hanya sekadar menyanyi sahaja. Ya, biarlah menjadi bintang yang lebih murni terangnya. Supaya tembus jika ditutupi awan gemawan.
Kadang kerana kita memandang rendah terhadap apa yang boleh dilakukan oleh kanak-kanak, maka kita tidak memikirkan yang program seperti Bintang Kecil dan sebagainya boleh diubah kepada satu program yang lebih baik, yang lebih mencungkil bakat terpendam(jika betul mahu mencungkil la).
Kita memerlukan satu program yang dapat memberi lebih kesan positif terhadap pembangunan negara kita.
Itqan
Saya menulis tentang perkara ini kerana melihatkan sudah terlalu banyak perkara di negara kita khususnya, impak positifnya seakan tidak diambil kira. Atau impaknya tidak kelihatan jika mahu dibandingkan dengan perbelanjaan yang telah dikeluarkan seperti program mengangkasa dan sebagainya.
Mahu melahirkan bintang, bukan hanya dengan duit yang banyak. Tetapi dengan strategi yang betul dan berkesan.
Setiap apa yang perlu kita buat mestilah dilakukan dengan optimum. Itulah prinsip Islam yang penting, Itqan. Setiap apa yang kita lakukan mestilah memikirkan dahulu apa impaknya. Adakah dengan modal sebanyak sekian, impaknya lebih besar dengan modal yang lebih kecil.
Dengan usaha yang minima dan menjimatkan, kita mendapat hasil yang maksima. Jadi, fikirkan semula adakah berbaloi jika program seperti Bintang Kecil itu diteruskan dengan cara yang lama atau perlu ditukar dengan cara yang lain supaya impaknya lebih memberi kesedaran kepada masyarakat. Dan juga kepada para pesertanya.
Persoalan ini juga saya tujukan kepada para pendukung dakwah di IPT. Selalunya program yang dibuat, yang hadirnya adalah muka yang sama atau daripada konco yang sama. Cuba fikirkan satu program supaya orang ‘luar' juga boleh tertarik untuk turut serta.
Setiap yang dilakukan, mestilah memberikan kesan positif yang optimum. Si kecil kita perlukan sesuatu yang lebih mematangkan mereka. Jangan sekali-kali dipandang rendah akan apa yang mereka mampu buat.
Bintang yang bagaimana yang kita mahukan?
Peribadi Seorang Dai'e
Seorang da’ie harus memahami bahawa jalan dakwah tidak pernah sunyi daripada ujian dan dugaan. Al-Quran telah berulang-ulang kali memberikan peringatan dan perangsang;
“Maka bersabarlah kamu seperti orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul- rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka...” (Al-Ahqaf: 35)
“Hai anakku, dirikanlah solat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
(Luqman: 17)
Seorang da’ie itu harus mempunyai ketabahan hati agar mampu berhadapan dengan bermacam dugaan dan cubaan. Tambahan lagi, dugaan dan cubaan itu datangnya daripada sumber yang pelbagai.
Cabaran Luaran
Renungilah firman Allah S.W.T. tentang ancaman cubaan dari luar;
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.” (Al-Israa’: 73)
Jika tiada kemantapan ilmu dan keteguhan iman di dada, pasti kita terpaling sedikit. Dan biarpun kita terpaling hanya sedikit, tetapi balasannya cukup besar.
“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, nescaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami.” (Al-Israa’: 74-75)
Renungilah kisah penawaran pihak kafir Quraisy kepada Rasulullah s.a.w.;
Kaum Quraisy tidak akan menghalangi pekerjaan Rasul. Islam boleh hidup terus. Malah mereka akan bersedia turut bersama-sama beribadah secara Islam pula, asal orang-orang Islam mahu turut pula, memuja dewa-dewa yang mereka puja. Boleh berganti-ganti setahun ke mari, setahun ke sana.
“Dan apabila ada unsur-unsur kebaikan yang engkau bawa, maka kami akan bersama-sama dengan engkau menjalankannya; dan kami akan ambil bahagian kami daripadanya. Dan jika ada unsur-unsur kebaikan yang ada pada kami, bersama-sama pulalah engkau menjalankannya; dan engkau ambillah bahagianmu daripadanya.”
Rasulullah s.a.w. menjawab:
“Berlindung aku dengan Allah, jangan sampai aku menysirikkan Dia dengan dengan lainnya.”
Kaum Quraisy pun mengurangkan isi tawaran mereka:
“Kalau begitu, engkau terimalah sebahagian sahaja dari tuhan-tuhan kami, kami akan akui kebenaranmu; dan kami sembah Tuhanmu.”
Dengan cepat dan tegas Rasulullah s.a.w. memberikan jawapan dengan firman Allah S.W.T.
“Katakanlah: Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Al-Kaafiruun: 1-6)
Dan cubaan itu akan terus datang dalam pelbagai bentuk. Kadang kala berupa siksaan dan penderitaan. Inilah hakikat yang telah berlaku, sedang berlaku dan akan terus berlaku.
Bertanya Sa’ad bin Abi Waqqas: “Di antara manusia, siapakah yang mendapat seberat-berat ujian, ya Rasulullah?” Rasulullah s.a.w. menjawab: “Para Nabi, kemudian orang-orang yang sama seperti mereka; lalu orang-orang yang sama dengan mereka itu pula.”
Cabaran Dalaman
Seorang da’ie itu, disebabkan oleh jiwa perjuangan dan idealisme murninya, adalah seorang yang tidak biasa dengan soal-soal mencari nafkah, seorang yang tidak dapat masuk ke dalam sistem kepegawaian yang biasa, seorang yang tidak boleh melalui birokrasi mencengkam, seorang yang tidak boleh terikat dengan apa-apa kepentingan kerana lidahnya lancar menuturkan kata-kata yang kadang-kala tajam dan pedas. Lalu timbul masalah bila masyarakat masih kurang memahami dan masih rendah taraf ekonominya; siapa yang akan membiayai kerja-kerja dakwah? Siapa yang akan membiayai kehidupan para pendakwah?
Apatah lagi bila sudah berkeluarga, cabarannya semakin meningkat. Adakah hendak diutamakan kehidupan pasangan dan anak-anak? Ataupun perjuangan yang harganya adalah kehidupan sederhana dan kadang-kala melarat? Kerana itulah Rasulullah s.a.w. mengingatkan kepada isteri-isterinya:
“...Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi sesiapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 28-29)
Sebab itulah, seorang da’ie itu harus memastikan dua perkara:
1. membina pengaruh dan memastikan pengaruh yang diperolehi itu tetap bersih daripada unsur-unsur yang tidak sihat, dan jangan sampai penghormatan sampai ke tahap ta’sub dan memuja-muja.
2. da’ie itu sendiri jangan hanyut dalam populariti dan pengaruh yang diperolehi sehingga dia lupa daratan dan menyimpang dari tujuan dakwah yang sebenarnya.
Sumber Kekuatan
Sumber kekuatan untuk berhadapan dengan segala macam dugaan dan cabaran tidak lain dan tidak bukan adalah daripada Allah S.W.T. Oleh sebab itu seorang da’ie perlu berusaha membina hubungan yang baik dengan Allah S.W.T.
“Dirikanlah solat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula solat) subuh. Sesungguhnya solat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai satu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah: ‘Ya Yuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.’'
(Al-Israa’: 78-80)
Usahlah kita gentar dan gusar lagi andai kita sudah dekat dengan Allah S.W.T. kerana Allah pasti bersama kita. Sepertimana yang dibisikkan oleh Ilahi kepada kedua utusan-Nya, Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tatkala mereka dalam kegusaran untuk berhadapan dengan Firaun yang zalim.
“...Janganlah kamu berdua khuatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Thaahaa: 46)
Antara Kemahuan dan Kewajipan
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab suci Al-Qur’an (yang lebih kurang maksudnya):
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat-menasihati dengan kebenaran dan nasihat-menasihati dengan kesabaran.” (Surah Al-‘Asr: 1-3)
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam (yang bermaksud):
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: Serulah (manusia) berbuat ma’ruf dan cegahlah mereka dari kerja-kerja munkar sebelum (tiba suatu waktu di mana) kamu meminta, lalu aku tidak lagi menerimanya, dan kamu memohon pertolongan lalu aku tidak menolong kamu lagi.” (Hadith Riwayat Ibn Majah dan Ibn Hibban)
Apabila seseorang individu itu telah menggabungkan dirinya dengan gerakan (menjadi aktivis gerakan), maka adalah perlu untuk individu tersebut taat kepada kepimpinan, patuh kepada segala undang-undang dan peraturan serta beriltizam dengan perjuangan gerakan. Penggabungan dengan gerakan bukan setakat melalui pendaftaran sebagai ahli, bukan juga sekadar berulang-alik ke pusat atau sekretariat, dan bukan juga sekadar menghadiri program-program. Penggabungan ini mestilah membawa pengertian yang lebih jauh daripada itu, yakni penggabungan yang tidak sekadar dalam bentuk dan nilai-nilai tertentu sahaja tetapi ia adalah penggabungan yang membuktikan kemantapan ‘aqidah dan kekuatan ikatan fikrah dan tanzim.
Namun, untuk mencapai tahap penggabungan yang sebenarnya itu bukanlah satu proses yang mudah. Aktivis gerakan seringkali terpaksa berhadapan dengan beberapa konflik dan dilema, khususnya dalam menentukan keutamaan dan memilih di antara kemahuan peribadi dan kehendak gerakan. Justeru, adalah penting bagi para aktivis gerakan, khususnya gerakan pelajar, untuk memahami apakah kewajipan-kewajipan mereka dalam gerakan agar tidak mengutamakan kemahuan dan kehendak peribadi melebihi kewajipan-kewajipan yang sebenarnya merupakan tuntutan yang wajib dilaksanakan.
Pertama sekali, adalah penting untuk kita memahami bahawa penggabungan kita dengan gerakan adalah merupakan penggabungan kita dengan agama Islam itu sendiri. Hal ini bermakna, penglibatan kita sebagai aktivis gerakan adalah kerana ‘aqidah yang benar, bukan kerana ikut-ikutan, bukan kerana kawan, dan bukan kerana terpesona atau kagum dengan karismatik seorang pemimpin gerakan itu. Perkara ini berbalik kepada kewajipan penggabungan diri dengan gerakan itu sendiri.
Maka, apabila penglibatan kita sebagai aktivis gerakan itu ditunjangi oleh penggabungan kita dengan agama Islam itu sendiri, penglibatan kita itu akan mengukuhkan lagi kefahaman kita dalam agama dan menjadikan kita lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perkara ini adalah perkara asas yang sangat penting, kerana visi gerakan tidak akan berjaya kecuali hubungan seseorang aktivis itu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar-benar kukuh dan mendalam dan perhatiannya semata-mata terus bekerja kerana Allah sahaja.
Justeru, aktivis gerakan seharusnya mendapat motivasi untuk terus bergiat dan menyumbang kepada gerakan atas kecintaannya kepada Allah. Apabila yang sebaliknya berlaku, yakni motivasi ataupun dorongan untuk bergiat dalam gerakan datangnya daripada rakan, daripada orang yang diminati serta daripada keuntungan material, maka akan berlakulah gejala futur di mana aktivis gerakan itu akan cepat merasa lesu dan putus asa di tengah-tengah perjuangan. Perkara inilah yang menyebabkan timbulnya sikap acuh tak acuh dan sambil lewa dalam gerakan, walhal setiap aktiviti dan gerak kerja dalam gerakan memerlukan komitmen yang bersungguh-sungguh daripada ahli-ahlinya kerana perjuangan dakwah itu adalah satu perjuangan nafas panjang.
Selain daripada itu, apabila seseorang itu telah menggabungkan diri dengan gerakan, kefahaman tentang agama dan juga tentang budaya dan undang-undang gerakan itu sendiri perlu wujud. Hal ini demikian kerana penggabungan secara membuta-tuli, yang didorong oleh semangat dan perasaan yang melulu adalah ditolak. Atas sebab itulah Al-Maududi meletakkan kelayakan peribadi yang pertama bagi seorang aktivis gerakan ialah kefahaman Islam yang sebenar.
Apabila penggabungan diri seorang aktivis itu dengan gerakan adalah didasarkan kepada ‘aqidah yang benar, serta dipandu oleh ilmu yang jelas dan benar, maka tidak akan wujud aktivis-aktivis gerakan yang menjadikan gerakan itu sebagai kuda tunggangan ataupun batu loncatan untuk mendapatkan keuntungan peribadi semata-mata. Apabila seseorang aktivis itu menggabungkan dirinya ke dalam gerakan, maka seseorang itu mestilah mengorbankan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk gerakan, menyerahkan kepentingan diri untuk kepentingan gerakan, bukan sebaliknya.
PengorbananDalam soal ini, pengorbanan adalah amat diperlukan. Mana mungkin ada perjuangan kalau tidak ada pengorbanan. Aktivis gerakan, khususnya anak muda dan golongan pelajar, perlu banyak mengorbankan matlamat dan kehendak peribadi demi memastikan matlamat gerakan dapat dicapai. Atas faktor inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berulang-ulang kali menyeru di dalam Al-Qur’an untuk berjihad dengan mengorbankan harta dan jiwa.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab suci Al-Qur’an (yang lebih kurang maksudnya):
“(yakni) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya,” (Surah As-Saff: 11)
Seterusnya, seperkara lagi yang perlu difahami oleh aktivis gerakan adalah penggabungan masa depannya dengan gerakan. Hal ini bermakna, masa depan seorang aktivis itu mestilah terikat dengan gerakan dalam apa bentuk dan keadaan sekalipun.
Apabila seseorang aktivis itu telah memahami bahawa penggabungan dirinya dengan gerakan adalah merupakan penggabungan dirinya dengan ajaran Islam itu sendiri, dan juga memahami bahawa keberadaan dalama gerakan itu sendiri merupakan antara tuntutan dalam ajaran Islam itu sendiri, maka dengan sendirinya seseorang aktivis itu akan memahami bahawa ia perlu menggabungkan seluruh kehidupannya, termasuk masa depannya, untuk gerakan. Hal ini tidaklah bermaksud seseorang aktivis itu perlu menyerahkan sepenuhnya kepada gerakan untuk mencatur masa depannya, sebaliknya ia perlu menjadikan misi dan visi perjuangan gerakan (yang berdasarkan kepada tuntutan Islam itu sendiri) sebagai tunjang dalam merancang masa depannya. Dalam erti kata lain, seorang aktivis gerakan Islam perlu memastikan bahawa seluruh aktiviti kehidupannya dapat menyumbang kepada matlamat gerakan Islam.
Penggabungan dalam gerakan ini memerlukan pengorbanan. Namun, pengorbanan itulah yang dituntut dalam perjuangan. Aktivis gerakan perlu mengorbankan segala keinginan dan cita-cita peribadi yang tidak menguntungkan gerakan secara keseluruhan. Aktivis gerakan adalah mereka yang meletakkan perjuangan untuk melakukan tajdid Islami itu sebagai matlamat hidup mereka. Seseorang aktivis itu mungkin melakukan aktiviti-aktiviti lain untuk faedah rohani dan jasmaninya, tetapi tujuan hidupnya tetap merupakan perjuangan tadi dan bukan untuk tujuan lain.
Kesimpulannya, aktivis gerakan itu perlu mempunyai kefahaman yang jelas tentang peranan dan tanggungjawabnya untuk menggabungkan dirinya dengan gerakan, dan seterusnya mengorbankan seluruh kehidupannya demi menyumbang ke arah melaksanakan misi dan visi perjuangan gerakan.
Allah jua yang Maha Mengetahui.
Thursday, August 21, 2008
Solat Sunat Tahajjud
CARA SOLAT SUNAT TAHAJJUD
Al-Quran Sebagai Pembela di Hari Akhirat
Telah bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya." Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, "Kenalkah kamu kepadaku?"
Maka orang yang pernah membaca akan menjawab : "Siapakah kamu?" Maka berkata Al-Qur'an :"Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari."
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur'an itu : "Adakah kamu Al-Qur'an?" Lalu Al-Qur'an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah S.W.T. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.
Pada kedua ayahnya dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : "Dari manakah kami memperolehi ini semua, pada hal amal kami tidak sampai ini?" Lalu dijawab : "Kamu diberi ini semua kerana anak kamu telah mempelajari Al-Qur'an."
Monday, August 11, 2008
HENTIAN MANAKAH KITA TUJU?
Kehidupan dunia mengajar erti kita dijadikan di muka bumi Allah ini.Terkadang kehidupan dunia ini membuatkan kita lupa dan leka tentang hakikat untuk apa kita ada, untuk apa Allah menciptakan kita.Kehidupan di dunia menjadi satu ladang untuk kita menanam hasil agar dapat dituai semasa di akhirat kelak.Allah menciptakan kehidupan ini sebagai satu medan untuk menguji manusia dan sudah pasti kehidupan ini menjadi tempat persingahan sementara manusia sebelum berangkat ke alam barzakh dan perkampungan akhirat seterusnya.
Mangapa dan untuk apa kita ada?
Pernahkah kita berfikir untuk apa kita ada? Mengapa kita hidup di dunia ini? Apakah dengan keinginan dan rencana kita sehingga kita ada ?.Pasti tidak kerana mustahil untuk kita merencanakan keinginan sedangkan kita belum dilahirkan.Oleh itu, adakah kerana keinginan dan rencana dari kedua ibu bapa yang kita cintai? . Sudah pasti juga tidak kerana berapa banyak suami isteri yang mengiginkan zuriat tetapi masih belum dikurniakannya.Jadi, adanya kita bukan atas kehendak kita malah bukan juga atas kehendak ibu bapa kita,lantas atas kehendak siapa?.
Allah merakamkan sepotong ayat di dalam Al-quran:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setitis mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai usia sangat tua, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya” (Al-Hajj: 5)
Ya, adanya kita malah makhluk lain adalah atas kehendak Allah yang Maha Pencipta.
Kehidupan di dunia adalah ujian untuk kita.Allah pasti akan menguji amalan manusia sepanjang hidupnya.Mengapa Allah tidak menyatakan yang paling banyak amalannya tetapi Allah menyatakan yang paling baik amalannya.Sudah pasti kita mengetahui bahawa yang baik amalannya adalah mereka yang melakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dunia.
Kemana selepas ini?
Seringkali kita lupa dan alpa tentang tujuan dan matlamat hidup di dunia.Bersuka ria dan berfoya-foya telah menjadi matlamat hidup kehidupan sesetengah daripada kita.Bagi mengigatkan kembali kenapa kita hidup di dunia ini,saya bawakan hadith tentang syurga dan neraka.
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Syurga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku belum pernah memandang hari yang lebih banyak mengandung kebaikan sekaligus keburukan daripada hari ini. Kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” Anas bin Malik melanjutkan, “Tidak ada hari setelah itu yang lebih berat bagi para Sahabat dibandingkan dengan hari tersebut. Pada hari itu, mereka semua menutup kepalanya sambil terisak-isak karena tangisan” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana sahabatku sekalian?Adakah hati kita tidak tergetar membaca hadith diatas?Kalau seandainya tidak,maka kita lah orang yang patut dikasihi.Kenapa kita perlu dikasihi?. Para sahabat yang jiwa, raga dan hartanya telah mereka curahkan untuk membela dan memperjuangkan Islam, dengan ketakwaannya mereka adalah manusia yang sangat takut kalau-kalau akhir kehidupan mereka di neraka.Sahabat Rasulullah jelas telah meletakkan matlamat kehidupan mereka di dunia ini hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah.Persoalannya terletak pada diri kita bagaimana kita merencanakan matlamat kehidupan kita ini.
Kembara sang hamba.
Bayangkan jika kita dalam sebuah perjalanan untuk menuju suatu pulau. Kemudian dalam perjalanan melewati sebuah pulau kecil, nahkoda memerintahkan agar para penumpang singgah 3 hari untuk mengumpulkan bekal berupa makanan dan minuman. Kemudian kita masuk hutan untuk mengumpulkan bekal. Setiap penumpang bertanggung jawab masing-masing dan tidak dapat saling berkongsi bekal. Semuanya memikirkan keselamatan masing-masing karena begitu berat perjalanan bahkan seorang bapak tidak mungkin mahu berkongsi bekal dengan istri dan anak-anaknya, seorang ibu juga tidak akan mahu berkongsi bekal kepada anaknya, masing-masing sangat memerlukan bekal tersebut untuk keselamatannya.
Apa yang akan kita lakukan dalam 3 hari tersebut? Tentu kita akan memanfaatkan waktu yang hanya 3 hari untuk mencari makanan, mencari buah-buahan dan air segar untuk bekal perjalanan kerana perjalanan masih jauh. Tetapi tidak semua seperti itu sahabatku, banyak diantara mereka malah bersenang-senang di pulau kecil tersebut, membuat rumah bahkan bertingkat-tingkat, bersenang-senang sampai lupa bahawa mereka akan kembali melanjutkan perjalanan sehingga harus mengumpulkan bekal yang cukup untuk sampai ke pulau kampung asal mereka. Ketika nahkoda mengumumkan agar semua penumpang naik ke kapal karena perjalanan akan dilanjutkan, apa yang terjadi?
Sebagian penumpang mengumpulkan bekal yang cukup, sebagian hanya sedikit saja, dan sebagian lagi lupa untuk pulang ke kampung halaman-mereka malah bersenang-senang di pulau tersebut, membuat rumah bertingkat, membuat sawah yang luas, berternak binatang dan lain sebagainya. Orang yang mengumpulkan bekal cukup maka akan sampai ke kampung asal dengan selamat, orang yang mengumpulkan bekal sedikit akan bersakit-sakitan di perjalanan bahkan boleh jadi meninggal dunia, adapun orang yang lupa akan perjalanan akan tinggal dipulau kecil tersebut dan tidak akan pernah kembali ke kampung asalnya. Kemudian tersiar khabar bahwa Pulau kecil tersebut ternyata pada hari ke 7 sudah hilang tersapu tsunami!
Hakikatnya kita semua adalah perantau, kita hanya singgah sebentar di dunia ini. Ingatlah saudaraku, kampung halaman kita adalah di Syurga, nenek moyang kita asalnya tinggal di surga. Bukankah Adam ‘alaihissalam asalnya tinggal di syurga? Kalau kita tidak dapat pulang ke syurga, bererti kita telah terlena seperti penumpang yang bersenang-senang dipulau kecil tersebut.
Agar kita tidak tersesat, agar kita dapat pulang ke kampung halaman-yakni ke Syurga, maka ekita harus mempelajari agama ini dengan serius. Untuk urusan kuliah saja kita dapat serius, berapa banyak waktu, fikiran, tenaga dan dana tercurahkan untuk kuliah? Sekarang, berapa banyak waktu, fikiran, tenaga dan dana untuk menuntut ilmu syar’i yang telah kita curahkan
Jalan petunjuk telah jelas, dan jalan kesesatan juga jelas. Saya yakin bahwa kita akan mengikuti jalan petunjuk, mempelajari ilmu syar’i dan mengamalkannya. Kita tidak akan mahu terlena seperti penumpang yang bersenang-senang di pulau kecil itu.Jangan sampai kita memohon ketika ajal menjemput, pada saat meregang nyawa kemudian kita memohon kepada Allah
(maksud)
Kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan (Al-Mu’minun :100)
Dan saat itu, keinginanmu tidak pernah akan dikabulkan !
Friday, July 25, 2008
Hassan Al Banna : Semarak Perjuangannya Masih Terasa
Imam Hassan Al Banna telah dilahirkan pada Oktober 1906 di desa al Mahmudiya yang terletak di daerah al Bahriyyah, Iskandariah, Mesir. Beliau berasal dari sebuah keluarga Ulama yang dihormati dan terkenal kerana begitu kuat mentaati ajaran dan nilai-nilai Islam. Mujahid Islam ini dibesarkan dalam suasana keluarga yang merendah diri dan hidup dalam keadaan yaug serba sederhana.
Ayah Hassan Al Banna
Sebagai seorang ulama, Sheikh Ahmed Abd Rahman al Banna mempunyai perpustakaan yang agak besar di rumahnya. Beliau menghabiskan sebahagian masanya mempelajari Sunnah Rasulullah dan membincangkannya dengan rakan-rakan di kedai dan di rumah. Hassan al-Banna juga sering menghadiri dan mengambil bahagian dalarn perbincangan tersebut. Pertemuan ini memberi kesan yang mendalam kepada pemikiran, wawasan dan yang penting perwatakannya. Ketokohan, keilmuan dan keperibadian Syeikh Ahmad al Banna diwarisi oleh Hassan al Banna.
Sifat kepimpinan Hassan al Banna terserlah sejak beliau masih di sekolah rendah. Beliau menjadi pernimpin Badan Latihan Akhlak dan Jemaah al-Suluka al-akhlaqi yang dikelolakan oleh gurunya di sekolah. Pada peringkat ini beliau telah menghadiri majlis-majlis zikir yang diadakan oleh sebuah pertubuhan sufi, al-lkhwan al- Hasafiyah. Melalui pertubuhan ini beliau berkenalan dengan Ahmad al-Sakri yang kemudiannya memainkan peranan penting dalarn penubuhan Ikhwam Muslimin
Keluarga Hassan Al- Banna begitu tegas dalam mendidik anak-anak berdasarkan ajaran Islam. Hal ini menyebabkan beliau telah menghafaz Quran dalam usia yang begitu muda dan telah memasuki Pusat Latihan Perguruan. Selepas tiga tahun di sana beliau mendapat tempat pertama dalam peperiksaan akhir. Beliau telah memasuki Darul Ulum di Kaherah pada awal usia 16 tahun kerana kebijaksanaan dan ilmu pengetahuannya yang luas.
Semasa di Kaherah, Hassan al Banna terdedah dengan pergolakan parti politik dan aliran-aliran menentang Islam yang dicetuskan oleh gerakan Kamal Ataturk. Parti-parti politik, kumpulan-kumpulan sasterawan dan pertubuhan-pertubuhan sosial sekular kebanyakannya bertujuan melemahkan pengaruh Islam. Beliau kemudian menganggotai pertubuhan Jamaitul Makram a;-Akhlaq yang giat mengadakan ceramah-ceramah Islam. Melalui pertubuhan ini, Hassan al-Banna dan rakan-rakannya menjalankan dakwah ke serata pelosok tempat, di kedai-kedai kopi dan tempat perhimpunan orang ramai.
Pada peringkat inilah beliau bertemu dan mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh Islam terkenal seperti Muhibbuddin al-Khatib, Muhammad Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain..
Menubuhkan lkhwan Muslim
Pada Mac 1928, dalam usia 23 tahun, Hassan al-Banna beserta adik dan lima orang sahabatnya berkumpul di rumahnya dan bersumpah untuk hidup dan mati kerana Islam. Di rumah itu jemaah Ikhwan Muslimin telah ditubuhkan. Pada ketika itu beliau baru mendapat ijazah dari Darul Ulum serta berkhidmat sebagai guru bahasa Arab di salah sebuah sekolah di bandar Ismailiyah.
Ketika ditanya mengapa beliau melibatkan diri dalam kerja kerja dakwah, Hassan al Banna dengan tegas menjawab, ia hanya Allah yang tahu berapa malam kita menghabiskan masa untuk memikirkan masalah Ummah, pada peringkat mana mereka telah melaluinya dan kesakitan dan keperitan yang telah mereka lalui. Dan kita merenung sumpahan yang dikenakan atas kesakitan yang dilalui oleh Ummah. Kesukaran dan kepahitan yang dilalui oleh mereka mungkin berakhir dengan munajat dari kita sernua.
Setelah berkhidmat selarna 19 (tahun dalam bidang perguruan, beliau meletakkan jawatan pada tahun 1946 untuk menyusun kegiatan dakwah yang berkesan dalam masyarakat di bandar. Pengalaman ahli jemaah yang dikumpulkan sekian lama menjadikan Ikhwan Muslimin sebuah gerakan yang berpengaruh.
Di dalam buku "Letter To A Muslim Student" (FOSIS,1995) kedinamikan Ikhwan Muslimin dijelaskan: Pencapaian Hassan al Banna yang paling membanggakan ialah kernampuannya membangunkan organisasi yang canggih dan berjaya menterjemahkan wawasannya dalam kehidupan sebenar. Ikhwan bukan sekadar pertubuhan yang berasaskan sosial, politik atau kumpulan agarria tetapi lebih dari itu.
Menurut Dr. Muhammad Karnal khalifah, Pensyarah di Universiti Cairo melalui mukadimah buku Ikhwan Muslimin dan Masyarakat Mesir, kemunculan Hassan Al Banna yang mendapat inspirasi dari Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh, serta menjalani aliran rakyat melahirkan golongan mukmin yang sebenar-benarnya melalui pengajian dan pembelajaran untuk menyebarkan akidah yang sahih, kefahaman yang betul dan menyeluruh tentang Islam dan sistemnya. Beliau berjuang bersungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita tersebut. Usaha beliau ini amat dikagumi masyarakat Mesir sehingga Islam kembali kepada kedudukan yang sewajarnya dalam masyarakat.
Dalam usia yang muda, Hassan al-Banna dikagumi kerana penyampaiannya yang jelas dan terang apabila menyampaikan khutbah di masjid. Beliau dapat meyakinkan para pendengar dengan kebenaran yang dibawa, matlamat dan keikhlasannya. Beliau mampu meyakinkan golongan intelektual dan orang biasa.
Berdasarkan kepimpinannya, Hassan al Banna adalah pemimpin yang bijak mengatur organisasi. Ikhwan Muslimin disusun dalam tiga peringkat iaitu memperkenalkan Ikhwan dan menyebarkan dakwah asas melalui ceramah serta kegiatan kebajikan. Kemudian membentuk keperibadian anggota agar bersedia menjalani jihad, seterusnya melaksanakan cita cita perjuangan dengan tegas.
lkhwan Muslimin berjaya menjadi sebuah gerakan yang menggegarkan Mesir terutama selepas Perang Dunia Kedua apabila pertubuhan ini turut bertanding dalam perebutan kuasa politik. Para penentangnya menyifatkan Ikhwan Muslimin sebagai negara di dalam negara. Sehingga tahun 1934, Ikhwan telah menubuhkan lebih 50 cawangannya di Mesir. Pertubuhan ini telah menubuhkan beberapa buah sekolah, masjid dan kilang. Pada penghujung Perang Dunia Kedua, lkhwan mempunyai lebih setengah juta pekerja yang aktif dan setengah juta penyokong (sesetengah sumber menyebut sekitar 3 juta). Lebih 3000 cawangan kesernuanya telah wujud di Mesir dan 50 di Sudan dihasil-kerja Ikhwan yang melangkaui batas negara.
Dalam satu jawapan yang diberikan oleh wartawan barat terhadap dirinya yang bertanyakan siapakah dia, Hassan Al Banna menjawab, saya adalah pelancong yang mencari kebenaran, dan insan yang mencari erti kemanusiaan di kalangan manusia, dan warganegara yang inginkan kemuliaan, kebebasan, kestabilan, hidup yang baik untuk negara dan berjuang untuk menaikkan Islam.
Malah, kerajaan British telah menjemput Hassan al Banna ke kedutaan mereka untuk minum teh. Beliau dipuji kerana perwatakannya yang baik, kerja-kerja kebajikannya untuk membantu anak-anak yatim dan janda. Malah pegawai atasan British menjelaskan bahawa dunia sangat fragile dan Mesir perlu dibangunkan sebagai negara yang moden dan makmur.
Pengharaman Ikhwan Muslimin dan Pembunuhan Hassan AI-Banna
Pengaruh Ikhwan Muslimin yang kuat amat dikhuatiri oleh Kerajaan Mesir di bawah Noqrashi Pasha dari Parti al-Safdi. Pada 8 November 1948 Beliau telah mengharamkan Ikhwan Muslimin atas tuduhan merancang satu pemberontakan untuk menjatuhkan kerajaan. Sumbangan Ikhwan Muslimin menghantar beribu ribu orang pejuang dalam perang menghadapi Israel seolah olah dinafikan. Kesemua cawangannya yang berjumlah lebih 3000 diarahkan supaya dibubarkan. Sekiranya masih beroperasi, mereka akan dikira sebagai pertubuhan haram, pelampau dan pengganas. Unit-unit tentera Mesir dan tentera Ikhwan Muslimin yang berjuang di Palestine dipanggil balik. Berbagai-bagai tuduhan dan fitnah dilemparkan terhadap Ikhwan Muslimin. Anggota-anggotanya ditangkap, dimasukkan ke dalam penjara, di seksa dengan teruk, malah ada yang dibunuh. Apabila seorang wartawan bertanyakan Hassan al-Banna tentang pengharaman itu, beliau menjawab, apabila kata-kata diharamkan, maka tanganlah yang akan menggerakkannya. Begitu mendalam kata katanya.
Tidak lama kemudian Perdana Menteri Mesir telah dibunuh dan Gerakan Ikhwan telah dipersalahkan atas kejadian itu. Pada bulan yang berikutnya harta benda pergerakan itu telah dirampas dan beribu ribu orang beliau telah disumbatkan ke dalam penjara.
Dengan alasan untuk mengendurkan (mengurangkan) ketegangan (konflik) antara Ikhwan Muslimin dan kerajaan, pihak kerajaan menjemput Hassan al-Banna untuk berunding bertempat di Pejabat Jam'iyyah al-Syubban al Muslimin. Sebenarnya jernputan itu hanyalah sebagai helah untuk membunuh beliau.
Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al Banna bersama iparnya Abdul Karim Mansur, seorang peguam, suami kepada adik perempuannya berada di pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan mewakili kerajaan untuk berunding, tetapi malangnya Zaki Ali Basya tidak kunjung tiba.
Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isyak mereka memanggil teksi untuk pulang. Ketika baru sahaja menaiki teksi yang dipanggil, dua orang yang tidak dikenali menerpa ke arah teksi dan salah seorang daripada mereka terus melepaskan tembakan pistol. Mereka berdua terkena ternbakan itu. Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut. Walaupun terkena tujuh tembakan, Hasan al-Banna masih mampu berjalan masuk semula ke pejabat Jam'iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil ambulans untuk membawa mereka ke hospital.
Setibanya di hospital Qasral 'Aini, mereka dikawal rapi oleh Jeneral Muhammad al-Jazzar dan tidak membenarkan sebarang rawatan diberikan kepada Hasan al Banna. Pada pukul 12.50 tengah malam, Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir akibat tumpahan darah yang banyak.
Pengurusan Jenazah
Pada pukul satu pagi pihak polis menyampaikan berita kematian kepada ayah Hasan al-Banna dengan dua pilihan: Pihak polis akan menghantarkan jenazah ke rumahnya untuk beliau menjalankan urusan pengebumian pada jam sembilan pagi tanpa sebarang perhimpunan, jika tidak menerima tawaran pertama itu, pihak polis sendiri terpaksa membawa jenazah dari hospital ke kubur tanpa beliau melihat jenazah anaknya itu.
Ayah Hasan al Banna menerima pilihan yang pertama. Sebelum fajar menyingsing, jenazah as-Syahid dibawa ke rumahnya di Hilmiah al-Jadid dengan sebuah kereta yang dikawal rapi oleh polis yang lengkap bersenjata. Di sekitar rumahnya juga terdapat polis dan tentera berkawal dengan rapi. Mereka tidak membenarkan sesiapa pun menghampiri kawasan tersebut. Jenazah Almarhum dibawa masuk ke rumahnya secara tidak ada orang yang melihatnya dan tidak ada yang mengetahui masa ketibaannya.
Sheikh Ahmad Abdur Rahman, ayah Hasan al-Banna yang sudah berusia lebih 90 tahun itu dengan penuh kesabaran memandikan dan mengapankan jenazah anaknya yang baru berusia 43 tahun itu seorang diri. Setelah diletakkan ke atas pengusung, beliau memohon pihak polis mencari beberapa orang untuk mengusungnya. Tetapi pihak polis ruenjawab, biarkanlah orang-orang perempuan tolong mengusungnya.
Polis tidak membenarkan sesiapa datang ke rumah tersebut untuk mengucapkan takziah dan tidak dibenarkan membaca al-Quran. Ayah Hasan al-Banna tidak dapat berbuat apa apa lagi. Beliau dengan tiga orang perempuan terpaksa mengusung anaknya itu menuju ke Masjid al-Qaisun untuk disembahyangkan. Pihak polis lebih dahulu telah pergi ke masjid memerintah orang-orang yang ada di situ supaya meninggalkan masjid. Sheikh Abdur Rahman seorang diri menunaikan solat jenazah ke atas anaknya itu. Kemudian mereka meneruskan pengusungannya menuju ke perkuburan untuk disemadikan jenazah Almarhum.
Pada waktu itu usia Hassan Al-Banna baru mencecah 43 tahun. Anak bongsunya telah dilahirkan pada hari yang sama isteri Hassan Al-Barma menamakannya "Esteshhaad" yang bermaksud syahid.
Pembunuhan Hassan al-Banna adalah satu perancangan pihak istana dengan arahan Raja Farouk dan Perdana Menterinya Ibrahim Abdul Hadi. Sebab itulah tidak ada sebarang tindakan ke atas penjenayah dan orang yang terlibat. Kes pembunuhan ini walaupun telah dibawa ke mahkamah beberapa kali, tetapi telah ditangguhkan. Pertama kali dibawa pada masa pernerintahan Perdana Menteri Ibrahim Abdul Hadi. Kedua, pada masa pernerintahan Perdana Menteri Husin Sari. Ketiga, pada zaman pernerintahan Perdana Menteri Mustafa al Nahhas Basya.
Pada 23 Julai 1952 satu revolusi telah tercetus. Raja Farouk terpaksa turun dari singgahsananya. Berikutan itu, kes ini dibuka semula. Penjenayah ditangkap dan pada 2 Ogos 1954, Koperal Ahmad Husin Jad dikenakan hukuman penjara seumur hidup dengan kerja berat.
Pemandu kereta, Sarjan Major Muhammad Mahfuz Muhammad dikenakan hukuman penjara 15 tahun dengan kerja berat. Major Muhammad al Jazzar dikenakan hukuman satu tahun penjara dengan kerja berat.
Sejak pembunuhan terhadap Hassan al Banna, ramai pendukung Ikhwan Muslimin yang telah ditindas dan dizalimi. Namun tindakan tindakan tersebut menyebabkan pertubuhan itu bukan sahaja semakin bertambah kuat di Mesir, malah telah mengembangkan sayapnya di negara-negara Arab. Kebangkitan Islam yang berlaku di negara Arab pada hari ini sebenarnya secara tidak langsung bertitik tolak dari Gerakan Ikhwan Muslimin,
Tegasnya, Hasan al-Banna merupakan seorang pejuang yang gigih dan berani, berjaya menyedarkan masyarakat dengan fikrah dan pendekatan barunya dalam gerakan dakwah dan manhaj tarbiahnya yang syumul. Walaupun beliau telah pergi menemui Ilahi, namun fikiran dan gerak kerjanya masih menjadi rujukan dan pegangan pejuang pejuang dan harakah Islamiah pada hari ini.