Sunday, November 23, 2008

Michael Jackson buktikan agama Islam benar


Berikut adalah laporan sebuah agensi berita yang menyatakan Michael Jackson telah memeluk Islam dalam sebuah majlis private di Los Angeles. Michael Jackson telah memilih Mikaeel sebagai nama Islam beliau. Bincangkan.

Financially-challenged pop superstar Michael Jackson has converted to Islam, according to reports.

The Sun claims Jackson, 50, donned traditional Islamic garb while pledging allegiance to the Koran in a private ceremony in Los Angeles.

The singer was raised a Jehovah’s Witness and biographers claim the contradiction between the sect’s strict teachings and the sexual activities of Jackson’s father and brothers while on tour contributed to his eccentric character and alleged paedophilic leanings.

It was reported music industry figures and Muslim converts David Wharnsby and Phillip Bubal guided Jackson through his conversion, for which he chose the Islamic name Mikaeel.

1970s pop star Cat Stevens — now known as Yousef Islam — joined the celebrations after the ceremony.

The Sun also claims Jackson now prays in a chapel in the home Hollywood Hills home of Toto keyboard player Steve Porcaro, who composed music on the singer’s top-selling Thriller album.

The reported conversion comes ahead of Jackson’s court appearance next week in an $11 million lawsuit brought by Prince Abdulla Al-Khalif of Bahrain.

The sheik claims he backed the singer in anticipation of a recording contract that was never fulfilled.

Jackson was recently forced to sell his extensive California estate Neverland to pay some of his debts.

Thursday, November 20, 2008

Menghias Hati Dengan Menangis




“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Bukhari dan Muslim)


Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.

Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain

Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi. Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.

Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung

Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain. Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan.

Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt. Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Menyadari bahwa syurga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit

Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam syurga. Fikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk syurga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahawa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk syurga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.

Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih syurga.

Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Al-baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih

Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: syurga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)

Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.

“Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat:

Friday, November 14, 2008

Aku Cintakan Mereka Berdua.

Penulis : Abdul Azim Bin Abd Jamil
Pemangku Ketua BADAR


Islam adalah agama yang cukup sempurna dan tersusun. Dari pelbagai aspek yang ditekankan di dalam Islam, semuanya berkisarkan kepada melaksanakan kebaikan dan meninggalkan perkara yang mungkar. Berbakti kepada ibu bapa adalah salah satu perkara daripada juzuk-juzuk yang Islam ajarkan dan arahkan kepada setiap penganutnya dan sekalian manusia untuk dilaksanakan. Menghormati kedua ibu bapa menjadi tangungjawab serta kewajipan yang sangat perlu dilakukan oleh seorang anak sepanjang menjalani kehidupan di dunia ini.Islam mendidik umatnya agar menghormati atau berbuat baik kepada kedua ibu bapa. Firman Allah :
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya Engkau tidak menyembah melainkan kepadanya semata-mata, dan hendaklah Engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua Dalam jagaan dan peliharaanMu, maka janganlah Engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan "Ha", dan janganlah Engkau menengking menyergah mereka, tetapi Katakanlah kepada mereka perkataan Yang mulia (yang bersopan santun).dan hendaklah Engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (u
ntuk mereka, Dengan berkata): "Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.”

Surah al-israa’ : 23-24

Segala jasa dan pengorbanan daripada mereka memang tidak terperi banyaknya. Pengorbanan yang mereka laksanakan ini memang jauh dari pemikiran matang kita untuk kita membalas setiap peluh dan keringat yang mereka keluarkan untuk membesarkan kita. Bayangkan bagaimana susahnya ibu kita melahirkan kita. Bayangkan juga bagaimana penatnya ayah kita sanggup membanting tulang semata-mata hanya untuk memberi sesuap nasi kepada kita. Memang tidak dapat kita nilai dan balasnya bukan?.

Diriwayatkan daripada Abdullah Bin Mas’ud r.a katanya: “Aku pernah bertanya Rasulullah s.a.w. : Apakah amalan paling utama? Baginda bersabda : Sembahyang pada waktunya.Aku bertanya lagi : Kemudian apa lagi? Baginda bersabda: Berbaktilah kepada kedua ibu bapa. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Baginda bersabda : Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak bertanya lagi kepada Rasulullah, semata-mata mahu menemani dan menjaga perasaan Baginda.” (Riwayat Muslim)



Sebenarnya sebagai anak menjadi satu tuntutan untuk kita melaksanakan tuntutan yang Islam tetapkan kepada kedua ibu bapa kita. Tidak kiralah siapapun mereka, apapun perangai mereka, selagi kedua ibu bapa kita tidak mengajak kepada mensyirikkan Allah, menjadi tangungjawab kita untuk menghormati dan melaksanakan tuntutan Islam terhadap mereka. Perintah Allah dan Rasul-NYA untuk mentaati kedua ibu bapa adalah satu yang berbentuk subjektif dan sangat umum.Islam melarang umatnya untuk memusuhi malah menengking ibu bapanya walaupun berlainan agama.Tetapi definasi mentaati perintah ibu bapa dalam konteks anak yang beragama Islam dan ibu bapa yang berlainan agama adalah bersyarat.Syarat yang dimaksudkan seperti yang dinyatakan diawal tadi iaitu sentiasa mentaati ibu bapa selagi mereka tidak mengajak atau menyuruh secara pujukan atau paksaan agar mensyirikkan Allah.

Mengingkari dan mencerca mereka adalah dosa besar selepas syirik.Ini dapat dibuktikan dengan hadis dari Rasulullah s.a.w. :
Baginda pernah menceritakan tentang dosa besar dan bersabda yang bermaksud : “Menyekutukan Allah, menderhakai ibu bapa, membunuh dan berkata dengan kata yang palsu .” (Riwayat Muslim)

Jelas sekali telah dinyatakan oleh baginda Rasul s.a.w tentang dosa besar terhadap mereka yang menderhakai ibu bapa. Didalam Islam, walaupun kita mengungkapkan perkataan ‘aah’ atau ‘uuh’ sekali pun sudah dikira menderhakai ibu bapa.Banyak kisah atau cerita yang dibukukan atau dibawa dari generasi ke generasi berkaitan penderhakaan kepada ibu bapa.Kisah Alqamah boleh diambil pengajaran.Kisah Alqamah memberi banyak pengajaran kepada umat manusia.Tidak kira sama ada kita sebagai anak adalah ulama atau perdana menteri sekali pun tetapi andai kata hati ibu terutamanya dan hati bapa kita terguris disebabkan perbuatan kita yang kurang menyenangkan akan menyebabkan Allah melaknati kita.

Bagi mereka yang sudah kematian ibu bapa.Menghormati dan berbuat baik kepada mereka walaupun mereka sudah meninggal dunia sangat dituntut dan tidak terhenti selepas mereka meninggal dunia. Tetapi anak-anak dituntut untuk terus mendoakan kesejahteraan ibu bapa mereka di alam barzakh.Selain itu menjadi tangungjawab anak untuk menyelesaikan sebarang hutang yang ditangung oleh mereka semasa hidup.Ingatlah, wang yang kita habiskan untuk membayar hutang mereka tidak akan menyamai usaha mereka membesar dan mendidik kita menjadi insan berguna.

Kesimpulanya, penulis ingin mengajak pembaca untuk bermuhasabah diri bagaimana hubungan kita dengan kedua ibu bapa kita. Adakah kita selama ini tergolong daripada golongan anak derhaka?. Hanya diri kita yang dapat menilai dimana kita ditempatkan. Samada di golongan anak-anak orang yang soleh atau anak yang derhaka.Oleh itu ingin penulis menimbulkan sesuatu persoalan, kepada siapakah seharusnya kita cintai selepas kita mencintai Allah dan Rasul-NYA?. Adakah kepada kekasih kita atau kepada dunia kita. Marilah kita mendoakan kesejahteraan meraka : "Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.”


Tuesday, November 4, 2008

Air Mata Keinsafan



Kenapakah begitu susah untuk aku mengubah diri ini agar menjadi insan berguna pada mata Ilahi?
Kenapa begiru sukar diri ini untuk menerima segala kebenaran yang diajarkan padaku?
Begitu hitamkah hati ku ini?
Begitu menggunungkah dosa diri ini?
Layakkah aku untuk meminta ampunanMu ya Allah?
Masih adakah ruang untuk hidayahMu bertapak dalam ruangan hati hitam ini ya Allah?

Kenapa begitu susah diri ini untuk mengalirkan air mata apabila disebut nama yang Maha Esa…?
Kenapa begitu berat air mata ini untuk mengalir mendengar nama Rasulullah s.a.w?
kenapa begitu jauh diri ini jika dibanding dengan para pejuang Islam yg lain?
Aku jua muslim yang sama-sama ingin melihat kebangkitan Islam….
Aku jua muslim yang bersama-sama melawan arus jahiliyah..
Tapi diri ini tetap ku rasakan masih sungguh jauh untuk menghampiri gerbang syurga-Mu ya Allah……
Tapi aku tidak sanggup dengan siksaan api neraka-Mu...

Ya Allah……
Hinanya diri ku ini ya Allah…
Kotornya diri ku ini ya Allah…
Jijiknya diri ku ini ya Allah…
Berilah hidayah padaku ya Allah…
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat…
Pimpinlah aku dalam setiap detik perbuatanku…
Aku tidak sanggup jika Kau berpaling dari memandang diri ini…
Tidak sanggup ya Allah….
Segala-galanya aku berserah pada Mu…
Aku tidak apat membayangkan diriku tanpa pimpinan-Mu ya Allah…
Aku tidak sanggup menjadi sehina-hina manusia pada pandangan-Mu…
Astaghfirullahalazim…
Ampunilah aku dalam setiap kejahilan dan kelekaanku….
Hanya pada Engkau aku bergantung dan mengharap segala-galanya….


Air mata membasahi pipi….
Adakah ini air mata keinsafan???
Ini adalah air mata kehinaan yang melanda diri ini…
Diri ini sedih dengan apa yg telah hambaMu ini lakukan….
Aku ingin meminta sesuatu dari Mu..
Tapi aku sungguh malu padaMu ya Allah..

Aku teringat perjuangan Hassan Al-Banna..
Aku sangat mengagumi perjuangan beliau…
Aku mengagumi perjuangan Syed Qutub…
Tapi ya Allah…aku malu ya Allah untuk menyatakannya…
Masih layakkah diri ini menyebut nama Hassan Al-Banna? Nama syed Qutub?
Masih tersisakah pejuang sepertinya untuk diri ini….
Malunya aku ya Allah dengan permintaan ini...
Aku tidak layak memikirkan tentangnya..
Wanita seperti manakah yang Kau pilihkan untuk mereka…?
Wanita yang bagaimanakah yang telah Kau pilih untuk melahirkan mereka?
Semestinya seperti Zainab Al-Ghazali dan mereka yang seangkatan dengan beliau…
Aku ingin sekiranya boleh mendampingi orang-orang sekaliber mereka.
Seorang yang hidupnya semata-mata untuk Allah.
Mereka tak tergoda rayuan harta dan benda apalagi wanita.
Aku ingin sekiranya boleh menjadi seorang ibu bagi mujahid-mujahid seperti Hassan Al-Banna.
Masih tersisakah mujahid seperti Al-Banna untukku ya Allah…?
Layakkah diri ini untuk menjadi peniup semangatnya?
Aku sungguh malu menyatakannya ya Allah…
Sungguh hina diri ini…sungguh kotor diri ini…
Sungguh lemah diri ini untuk mujahid seperti mereka…

Air mata ini jika dialirkan hingga titisan terakhir,
namun ia masih tidak mencukupi untuk menyatakan rasa bersalah dengan dosa-dosa diri ini yang menggunung tinggi...

Ya Allah…..
Pimpinlah daku…
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat cuma
Aku tidak sanggup dibiarkan dlm lumpur dosa2 hina….
Ampunilah aku ya Allah….
Astaghfirullahalazim…
Astaghfirullahalazim…
Astaghfirullahalazim…